Kamis, 09 Oktober 2014

Pesan Terindah


Tak pernah sekalipun terdengar keluhan rasa sakit dari kedua bibirnya. Hanya kita (kedua orangtua dan kakak-kakaknya) dari pihak keluarga yang justru sering mengajaknya ke dokter (bahkan setengah memaksa agar mau ke dokter). Begitupun ketika Selasa, (07/10/2014) pukul 00.00 WIB pihak keluarga memaksanya ke rumah sakit karena melihat kondisinya gelisah, tidak mau diam, bolak balik ke kamar mandi, tubuhnya lemah dan  pucat.
Di rumah sakit, ia dinyatakan tidak apa-apa dan dibawa pulang. Namun, sekitar pukul 03.00 WIB ia meminta anggota keluarga menemaninya berkumpul. Dekapan hangat keluarga serta saling menyemangati antar anggota keluarga menyelimuti dirinya dalam ruangan yang biasanya digunakan menonton televisi.
Doa-doa, kalimah thoyyibah, serta kedua kalimah syahadat terucap dari anggota keluarga. Ia mengikuti tanpa ragu. Ketika seorang kakaknya mengatakan, “Choi, kamu harus sembuh, nanti aku enggak ada teman becanda.”
Ia pun mengamininya dengan segera. Begitu ketika seruan untuk mengajak salat berkumandang, ia mengikuti setiap lafalnya. Bahkan mengajak semuanya salat meski keadaannya begitu lemah. Ke kamar mandi saja harus dipapah oleh 3 orang.
Hal paling berkesan suasana subuh itu adalah ia sebut nama anggota keluarganya, memintanya mendekat, mulai dari kedua orangtuanya hingga seluruh kakaknya, dipeluknya erat satu per satu. Pesan terindah yang tak mungkin untuk terlupakan, tersirat lembut mengikat kuat. Sesakit apapun, bagaimanapun keadaannya, salat lima waktu merupakan kewajiban!
Air mata anggota keluarga berjatuhan melihat kondisinya yang tanpa daya. Dan akhirnya memutuskan membawanya ke RS. Pindad Bandung. Di tempat inilah, para dokter meminta keluarga pasien untuk tabah menerima apapun nanti hasilnya. Mereka bilang, “Jantung pasien tidak dapat memompa darah. Darah merah kalah sama darah putih. Kuman sudah menyebar menuju jantung, dll.”
 (Perjuangan Tuloh ketika di RS. Pindad)
Keputusan akhir dari para dokter agar pasien segera cuci darah, segera pihak keluarga terima. Sayangnya, peralatan di rumah sakit ini kurang memadai. Para dokter segera menghubungi rumah sakit lain. Beberapa rumah sakit yang memiliki peralatan canggih untuk cuci darah sudah penuh. Bahkan, ada pasien yang sudah booking untuk cuci darah sampai 2 hari kedepan.
Akhirnya, pasien harus menunggu di rumah sakit pertama dari pukul 05.00-09.30 WIB. Karena pada jam terakhir itu alhamdulillah keluarga mendapat kabar dari dokter, di RS yang ada di daerah Soreang sedang kosong, bisa untuk cuci darah. Dan ke sanalah ambulans membawanya pergi bersama Bapak dan seorang kakak perempuannnya.
Kakak perempuan yang akhirnya menyesal membawa adiknya ke sana. Disaat melihat adiknya kejang, memanggil perawat, perawat itu malah menyepelekan keadaan adiknya, “Itu mah sudah biasa.”
Hati yang begitu pedih makin pedih dan sangat kesal terhadap perlakuan perawat. Bersyukurnya, ada dokter yang begitu sibuk, ketika melihat kondisi pasien dan kakaknya, segera bergegas datang dan hendak menolong pasien. Sayang, masa bernapas pasien telah habis.
Tetes air mata dari pihak keluarga tentu tak dapat ditahan. Untuk pertama kalinya saya tahu bagaimana sesuatu seakan terlepas dari tubuh dan akan ambruk tanpa daya (pingsan) meski saya tidak mengikutinya ke rumah sakit kedua dan hanya mendapat kabar via telepon.
Kepergiannya yang mendadak di usia 18 tahun, baru lulus dari SMKN 6 Bandung, membuat siapapun tak percaya kalau ia telah pergi menghadap SangPenciptanya kembali.
Ya Rabb, jadikan Rohmatuloh, putra dari kedua orangtua kami, sekaligus adik bungsu kami sebagai insan husnulkhatimah. Aamiin
 (Jenazah Tuloh setelah sampai rumah duka keluarga di Kebumen)

(Menyaksikan secara langsung aktivitas penggali kuburan ketika saya mengantarkan makanan berat dan ringan untuk mereka. Suasana asri begitu memanjakan seluruh indra. Sayangnya tidak mampu atau mungkin belum bisa menawarkan kepedihan dalam hati atas kehilangan orang yang begitu dekat dalam keluarga)
(Suasana haru meski diselingi canda dari pembicara. Serah terima jenazah dari Bandung kepada warga setempat [Dusun Bulus Pesantren, Sidomoro, Kebumen-Jawa Tengah])
 
 (Warga Kebumen yang menyolatkan jenazah Rohmatuloh. Dari lubuk hati terdalam berterima kasih kepada semua pihak.)
(Pemberangkatan jenazah dari rumah menuju ke pekuburan keluarga untuk dimakamkan)
(Memakamkan jenazah ke dalam kubur.)
(Isma yang begitu perih merasakan kehilangan, tak mau meninggalkan kuburan dan tetap ingin di sini meski semua rombongan pengantar jenazah sudah pulang. Bahkan, rombongan yang harus pulang ke Bandung sudah bersiap kembali di dalam mobil masing-masing)
Ya Rabb, jadikan Rohmatuloh, putra dari kedua orangtua kami, sekaligus adik bungsu kami sebagai insan husnulkhatimah. Aamiin
(Bandung-Kebumen, 07-09 Oktober 2014)

1 komentar:

  1. Sip. Sudah menjejakkan kaki di sana dan membaca semua peraturan. Terima kasih infonya

    BalasHapus

Silakan tinggalkan jejak.
Akan saya respon secepatnya.
Terima kasih sudah berkunjung.

Bersatu Memandirikan Anak Luar Biasa

  Sebelum adanya pandemi COVID-19, setiap hari Selasa, mulai pukul 11.00 WIB hingga selesai, peserta didik SLB B Sukapura kelas tinggi, sebu...